Jadi siapa pun pasien yang datang ke sini, miskin atau kaya, saya harus melayani dengan baik. Membantu membantu orang itu tidak boleh membeda-bedakan. Semuanya harus dilakukan dengan ikhlas. Profesi dokter itu menolong orang sakit, bukan menjual obat,Lo Siaw Ging sudah menjadi dokter sejak 1963, Lo Siaw Ging mengawali karir dokternya di poliklinik Tsi Sheng Yuan milik Dr Oen Boen Ing (1903-1982), seorang dokter legendaris di Solo. Pada masa orde baru, poliklinik ini berkembang menjadi RS Panti Kosala, dan kini berganti nama menjadi RS Dr Oen. Selain dari ayahnya, Lo Siaw Ging mengaku banyak belajar dari Dr Oen. Selama 15 tahun bekerja pada seniornya itu, Lo Siaw Ging mengerti benar bagaimana seharusnya menjadi seorang dokter. ”Dia tidak hanya pintar mengobati, tetapi juga sederhana dan jiwa sosialnya luar biasa,” kata mantan Direktur Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo.
Saya tahu pasien mana yang mampu membayar dan tidak. Untuk apa mereka membayar ongkos dokter dan obat kalau setelah itu tidak bisa membeli beras? Kasihan kalau anak-anaknya tidak bisa makan.Perlakuan ini bukan hanya untuk pasien yang periksa di tempat prakteknya, tapi juga untuk pasien-pasien rawat inap di rumah sakit tempatnya bekerka, RS Kasih Ibu. Alhasil, Lo harus membayar tagihan resep antara Rp 8 juta hingga Rp 10 juta setiap bulan. Jika biaya perawatan pasien cukup besar, misalnya, harus menjalani operasi, Lo tidak menyerah. Ia akan turun sendiri untuk mencari donatur. Bukan sembarang donatur, sebab hanya donatur yang bersedia tidak disebutkan namanya yang akan didatangi Lo.
Selama saya masih kuat, saya belum akan pensiun. Menjadi dokter itu baru pensiun kalau sudah tidak bisa apa-apa. Kepuasan bagi saya bisa membantu sesama, dan itu tidak bisa dibayar dengan uang..Menurut Lo Siaw Ging, istrinya memiliki peran besar terhadap apa yang ia lakukan. Tanpa perempuan itu, kata Lo, ia tidak akan bisa melakukan semuanya. “Dia perempuan luar biasa. Saya beruntung menjadi suaminya,” ujar Lo tentang perempuan yang ia nikahi tahun 1968 itu.
Rumah ini sudah cukup besar untuk kami berdua. Kalau ada penghasilan lebih, biarlah itu untuk mereka yang membutuhkan. Kebutuhan kami hanya makan. Bisa sehat sampai usia seperti sekarang ini saja, saya sudah sangat bersyukur. Semakin panjang usia, semakin banyak kesempatan kita untuk membantu orang lain.Alumni dari Universitas Airlangga tahun 1962 yang sempat mencicipi pendidikan di Manajemen Administrasi Rumah Sakit di Universitas Indonesia ini pernah menjabat sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo, periode 1981-2004. Setelah pensiun dari kursi direktur, suami dari Maria Gan May Kwee tersebut tetap melayani pasien di rumah sakit yang sama dan di tempat praktiknya sekaligus rumahnya di Jagalan, Jebres, Solo, sampai kini. Setiap akhir bulan, apotek langganan dokter Lo Siaw Ging akan memberikan tagihan obat yang besarnya bervariasi antara ratusan ribu hingga sepuluh juta per bulan. Untuk pasien yang sakit parah, dokter Lo juga menyediakan dana pribadi untuk keperluan rawat pasien di Rumah Sakit Kasih Ibu. Di tengah biaya obat-obatan yang mahal, pelayanan rumah sakit yang sering menjengkelkan, dan dokter yang lebih sering mengutamakan materi, keberadaan Lo Siaw Ging memang seperti embun yang menyejukkan. Rasanya, sekarang ini tidak banyak dokter seperti Dr Lo. biografiku.com
Label: Biografi Indonesia, Biografi Tokoh, Kisah Inspiratif, Profil, Tokoh Indonesia